Dini Hari Di McD
01:00
“Ayo kita jalan-jalan!” sebelum
mendengar jawabanku kamu sudah berjalan keluar kamar membawa handphone dan dompet, meninggalkanku
yang sedang asik menikmati sepiring es krim yang sudah mencair.
Aku terpaksa bangun, mengambil
tas, mengunci pintu kamar, dan segera menyusulmu setengah berlari dengan masih
mengenakan baju tipis dan celana pendek yang seharusnya menjadi seragam tidurku
malam ini.
---
21:00
“Aku bosan. Ayo kita kembali ke
hotel saja.” katamu dengan wajah murung sambil terus memandangi layar handphone.
“Loh, kenapa? Masih jam segini.
Sayang banget kalau cuma di hotel.” aku berusaha untuk bersikap biasa saja
meski di satu sisi sebenarnya aku sudah cukup muak dengan situasi seperti ini.
Orang biasa menyebutnya mood swing.
Kamu mungkin menyebutnya holiday mood swing.
Aku selalu menyebutnya your current mood.
Kamu diam.
Tidak membantah meski aku yakin
juga tidak menerima.
“Tau gini mah, mending di rumah
aja.” bisikmu pelan tapi masih bisa terdengar jelas olehku.
Aku memandang ke luar jendela
mobil, bingung harus berkata apa. Seandainya kamu tau bahwa awalnya ini akan
menjadi liburan yang menyenangkan dan semua akan baik-baik saja.
22:00
“Kok makannya sedikit?”
“Kenyang”
“Tadi siang juga sedikit
makannya.”
“Tadi siang ga kepengin.”
Aku menghela napas panjang yang
tidak terlalu kentara sambil melihat jalanan yang sudah mulai lengang, berusaha
keras mengisi ulang stok kesabaranku untuk kesekian kalinya hari ini. Sabar, dua hari lagi kelar kok. ucapku
berulang-ulang sejak beberapa hari yang lalu.
22:30
“Ngapain sih kita ke sini?”
“Ya
jalan-jalan aja. Mumpung lagi di sini.” Aku berjalan meninggalkanmu menyusuri
pantai yang malam itu masih cukup ramai. Sesekali aku menoleh ke belakang dan
melihatmu berjalan ke arahku, masih dengan wajah murung dan sibuk dengan handphone.
Aku berhenti
dan duduk di tumpukan batu, memandangi orang yang lalu-lalang. Mereka terlihat
santai, baik yang sendiri maupun berpasangan atau bahkan bergerombol. Berbeda
sekali dengan aku. Rasanya sejak tiba di sini empat hari lalu, bisa dihitung
dengan jari berapa kali aku tertawa lepas dan menikmati arti kata liburan itu
sendiri.
Aku menatap
jauh ke hamparan pantai di depanku, langit malam, suara ombak, dan beberapa
daun kering yang beterbangan. Biarpun hanya beberapa menit, rasanya begitu
damai. Dinginnya angin malam sedikit pun tidak mengusikku.
Aku
melihatmu tak jauh dari tempatku duduk. Terlihat sekali kamu tidak menyukai
berada di sini.
“Kamu mau es
krim?” meski ini sudah hampir tengah malam dan cuaca cukup dingin, tapi entah
kenapa itu yang terpikir olehku saat ini. Aku butuh sesuatu yang manis.
“Aku mau
pulang.”
“Aku beli es
krim dulu.”
23:30
Sesampainya
di kamar hotel kamu hanya diam dan terus menatap layar handphonemu, seolah membuat batasan agar aku tidak masuk ke
duniamu, bahkan sekadar untuk mengajakmu mengobrol.
“Makan nih
es krimnya, keburu meleleh.” aku menyodorkan dua bungkus es krim rasa
kesukaannya yang tadi sempat kubeli sebelum pulang.
“Kan udah
bilang ga mau tadi.”
“Aku ke
depan sebentar, mau pinjem sendok.”
Sesampainya
di kamar, aku melihatmu sedang berbicara dengan seseorang di telepon tapi tak
lama karena setelahnya kamu langsung menuju kamar mandi. Saat itulah terdengar
ketukan dari luar pintu kamar.
“Siapa tuh
jam segini ngetok-ngetok kaya…” kamu langsung terdiam ketika keluar kamar mandi
dan melihatku memegang sebuah kue ulang tahun dengan lilin dan namamu di
atasnya.
“Selamat
ulang tahun!” kataku tenang sambil berjalan ke arahnya yang masih mematung.
“Kamu…”
terlihat jelas matanya mulai berkaca-kaca.
“Nangisnya
nanti aja, tiup dulu. Pegel ni.”
Aku hanya
mengambil satu potong kue untuk kita makan berdua, kemudian memberi lebihnya ke
petugas hotel.
Kamu hanya
duduk bersandar padaku, meminta maaf karena sudah bersikap kekanak-kanakkan
seharian ini. Hanya seharian ini katamu? Ah,
sudahlah. Aku tak seharusnya merusak momen ini. Toh, tujuan dari liburan ini
memang malam ini. Merayakan ulang tahunmu. Membuatmu senang, bukan aku.
“Aku ga
nyangka kamu bakal repot-repot cari kue ulang tahun.”
“Gitu deh.
Udah ah, mau makan es krim dulu.”
“Makasih ya.”
“Seneng ga?”
“Banget.”
---
Delapan
bulan yang lalu
“Gimana kalau di ulang tahunku
nanti kita pergi liburan bersama.” Tiba-tiba kau menelepon dan mengejutkanku
dengan sebuah ide yang memang kuakui cukup menarik.
“Hah? Apa sih tau-tau ngajak
liburan? Ulang tahun juga masih kapan tau. Aku duluan kaliiiiii…” kataku sambil
mengecek beberapa dokumen yang baru saja diantar oleh kurir. “Ini yang dua
rangkap saya kembalikan ya Pak. Makasih.”
“Woy! Masih kerja aja sih kamu,
jam berapa ni…”
“Kasianlah bapak kurirnya
nunggu sejam. Jadi gimana tadi? Liburan? Maunya kemana emang?”
“Bali aja yuk yang deket. Pas
ulang tahunku aja, kamu soalnya kan bentar lagi jadi terlalu mepet.”
Aku lupa kapan terakhir kali
menolak permintaanmu.
“Ya udah, atur aja.”
“Yeeeeeey! Gitu dong. Nanti
kita omongin lagi ya pas ketemu. Daaah!” kamu terdengar begitu bersemangat dan
seperti biasa aku begitu senang mendengarnya.
---
01:15
“Kita ke McD ajalah ya, lapar.
24 jam juga kan.” kamu dan kegilaanmu dengan kentang goreng restoran berlogo
mencolok ini.
“Pesen 2 aja paketnya, aku cari
duduk dulu.” kataku sambil melangkah ke bagian luar lantai dua, persis
menghadap ke jalan. Lewat dini hari tapi jalanan masih ramai karena banyak kafe
dan restoran di pinggir jalan yang parkirannya membuat semakin padat.
03:00
Kamu bercerita banyak hal
tentang dirimu.
Aku mendengar setiap hal yang
sesungguhnya sebagian besar sudah aku tahu.
“Ga cape? Mau sampe jam berapa
di sini?” selain karena makanan sudah habis, sesungguhnya aku mulai merasa
mengantuk dan bosan. Mungkin akan berbeda kalau aku punya kesempatan untuk
bercerita, yang rasanya tidak mungkin karena sepertinya kamu bukan tipe orang
yang mau mendengar.
“Ga berasa ya... Ya udah yuk
balik hotel.”
“Sekali lagi makasih ya buat
hari ini.” kamu memelukku erat sebelum akhirnya kembali ke tempat tidurmu dan mulai
terlelap.
Aku mengeluarkan handphone dan mulai mengetik sebuah
pesan singkat ke seseorang.
Aku mau pulang. L
Setelah
mengirim pesan, aku merasa mataku sedikit panas dan berair. Pasti ini hanya
karena aku yang mulai mengantuk. Tapi sepertinya bukan. Makin lama air mataku
tak dapat kubendung. Aku lelah. Aku lelah mengalah. Aku lelah menahan egoku
selama beberapa hari ini. Sudah hampir jam 4 pagi. Aku melihatmu tertidur
nyenyak. Tanganku masih menggenggam handphone
dan dalam diam aku terisak hingga jatuh tertidur.
Comments
Post a Comment