Sejak Dulu Saya Terbiasa Mencintai
Sejak dulu saya mencintai bahasa.
Apapun jenis, bentuk, media, cara penyampaian, tujuan, dan lain
sebagainya yang berkaitan dengan itu.
Sejak kecil saya mulai mengenal Bahasa Indonesia sebagai bahasa
ibu, jatuh cinta dengan Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional, dan akrab
dengan Bahasa Batak sebagai bahasa daerah.
Sejak duduk di bangku sekolah menengah saya mulai tertarik dengan
Bahasa Perancis, Bahasa Jepang, dan Bahasa Jerman.
"Sejak dulu saya mencintai bahasa." demikian jawaban
saya saat orang menanyakan alasan saya ingin sekali kuliah mengambil jurusan
bahasa atau sastra.
Mereka tertawa. Mungkin menurut mereka tidak ada artinya.
Sejak berhasil kuliah di jurusan yang saya inginkan, ternyata saya
semakin mencintai bahasa terlebih dalam hal permainan kata dan penjabaran
maksud di baliknya.
"Sejak dulu saya mencintai bahasa." demikian jawaban
saya saat rekan sekerja kerap menanyakan mengapa saya tidak mengambil jurusan
kuliah yang sesuai dengan ruang lingkup pekerjaan saja.
Mereka tertawa. Mungkin menurut mereka tidak ada hubungannya.
Sejak dulu saya mencintai bahasa.
Ingin sekali rasanya mengerti banyak bahasa sehingga bisa bisa
berkomunikasi dengan banyak orang di berbagai tempat.
Sejak
dulu saya mencintai bahasa.
Tapi
saya tak sadar bahwa itu hanyalah bagian dari komunikasi itu sendiri dan
tak ada gunanya tanpa ada lawan bicara yang merespons.
Sejak
dulu saya mencintai bahasa.
Tapi
saya tak sadar bahwa mungkin sebenarnya yang saya inginkan hanyalah (teman) bicara.
Sejak
dulu ternyata saya terbiasa mencintai tanpa alasan dan tujuan.
Mungkin
itu sebabnya sekarang saya ingin tahu rasanya dicintai.
Comments
Post a Comment