Saya Masih Mengingatnya

Saya masih mengingatnya.
Saat saya tidak bisa mengikuti tes golongan darah yang hanya berbayar beberapa ribu rupiah.

Saya masih mengingatnya.
Saat saya tidak bisa melawan bullying yang berlangsung cukup lama.

Saya masih mengingatnya.
Saat saya membuat seseorang menjadi teman bagi yang lainnya tapi justru sayalah yang terlupakan.

Saya masih mengingatnya.
Saat saya tidak punya pilihan dalam menentukan sekolah dan jurusan.

Saya masih mengingatnya.
Saat saya terpaksa merelakan tabungan yang hilang dan rencana yang berantakan.

Saya masih mengingatnya.
Saat saya dianggap tidak mampu melakukan sesuatu dalam tugas kelompok selain menjaga tas.

Saya masih mengingatnya.
Saat saya memilih tidak datang ke acara kelulusan karena tidak mempunyai sebuah kebaya.

Saya masih mengingatnya.
Saat saya seolah berdosa dengan tidak berpenampilan sama seperti yang lainnya.

Saya masih mengingatnya.
Saat saya ditanya apakah pernah ada seseorang yang berkata bahwa ia menyukai saya.

Saya masih mengingatnya.
Saat saya bukan bagian dari mereka yang memiliki beauty privilege.

Saya masih mengingatnya.
Saat saya tidak merasakan keuntungan menjadi anak bungsu seperti yang selalu orang katakan.

Saya masih mengingatnya.
Saat saya diperlakukan berdasarkan bagaimana tampilan saya bukan apa yang saya kerjakan..

Saya masih mengingatnya.
Saat saya merasa kecil hati di antara keluarga dan apapun yang saya lakukan seolah tiada artinya.

Saya masih mengingatnya.
Saat saya menghabiskan hampir setiap malam menangis hanya untuk dapat tertidur sejenak.

Saya masih mengingatnya.
Saat saya diselimuti kesepian, kekecewaan, kesedihan, dan kemarahan.

Saya masih mengingatnya.
Saat saya ditinggalkan dan dilupakan.

Saya masih mengingat semuanya.
Bahkan saat saya selalu berkata bahwa saya baik-baik saja.

Comments

Popular posts from this blog

Resolusi

Selamat Tinggal

Everything Is Not That Important, Everyone Is