Tanggal Dua Sembilan

Juli merobek lembaran kalender bertuliskan angka dua sembilan di depannya.

Dua sembilan kesekian sejak hari itu, pikirnya.
Ia terdiam lama dan terlihat sedih.
Tangannya mulai bergetar, meremuk kencang gumpalan kertas kecil itu.

Tanggal dua sembilan seakan menjadi mimpi buruk bagi Juli.

Hari di mana ia mengetahui bahwa orang yang selama lima tahun mendampinginya ternyata sudah mengkhianati hubungan mereka. Hatinya hancur berantakan. Mimpinya untuk memiliki keluarga harmonis seolah kandas bahkan yang lebih ironis saat mereka sedang berencana memilliki keturunan.

Juli mengambil album foto berwarna hitam dengan aksen keemasan dari laci meja di sudut ruang tengah.
Album pernikahannya.

Dua sembilan pertama saat saling mengikat hati, bertukar janji, penuh senyum dan doa baik.
Ia terdiam lama dan terlihat bahagia.
Tangannya mulai bergetar, membalik satu demi satu lembaran foto di dalamnya.

Tanpa sadar, air matanya menetes.

Tanggal dua sembilan sudah tidak lagi terasa sama bagi Juli.

Sama seperti dunianya, dua tahun terakhir.

Juli mendengar suara mobil di depan rumahnya dan tak lama pintu pagarnya terbuka. Sosok yang dicintai namun sekaligus menyakitinya baru saja pulang dan berdiri di hadapannya.

"Hey, lagi apa?'
"Beberesan aja kok. Mau makan ga?"
"Iya, nanti. Mau mandi dulu."

Juli berjalan melewati suaminya yang sedang mengetik pesan singkat di handphonenya. Sekilas ia melihat nama perempuan  dengan foto profil cantik dan potongan foto yang sepertinya dikirim beberapa waktu lalu.

Ia menyiapkan makan malam dengan mata yang berkaca-kaca sambil teringat satu kata yang terkirim sebelum layar handphone dimatikan.

(((Kangen 💕)))

Comments

Popular posts from this blog

Resolusi

Selamat Tinggal

Everything Is Not That Important, Everyone Is